MASOHI, GLOBALMALUKU.ID | Proses demokrasi pemilihan Ketua Komisi IV DPRD Maluku Tengah berujung lahirnya Nama kandidat baru Calon pimpinan di Komisi tersebut.
Tiga calon ketua komisi pada rapat pleno pemilihan terdahulu yakni Ahmad Ajlan Alwi, Jailany Tomagola, dan Sukri Wailissa memutuskan menarik diri dari pencalonan. Bersama dua anggota komisi lainnya, Ramli Waccano dan Subhan Nur Patta, mereka bersepakat mendorong nama Sukri Wailissa (SW) sebagai calon Ketua Komisi IV.
Untuk diketahui, Rapat pleno awal pemilihan Ketua Komisi IV DPRD Malteng berlangsung pada Rabu (13/7). Empat nama, masing-masing, Ahmad Ajlan Alwi, Jailany Tomagola, Sukri Wailissa, dan Arman Mualo mencalonkan diri.
Dari 9 anggota Komisi IV, nama Arman Mualo tampil sebagai peraih suara mayoritas (4 suara). Sedangkan Sukri Wailissa memperoleh 3 suara, dan Jailani Tomagola dan Ahmad Ajlan Alwi masing-masing mengantongi 1 suara. Sayangnya, rapat pleno saat itu belum sampai pada “klimaksnya” menyusul terjadinya keributan di ruang komisi.
“Perlu saya tegaskan disini bahwa rapat pleno saat itu masih di skorsing. Belum ada penetapan Ketua Komisi terpilih. Itu artinya bahwa proses demokrasi itu belum tuntas,” tandas Ahmad Ajlan Alwi didampingi Jailany Tomagola, dan Sukri Wailissa Ramli Waccano dan Subhan Nur Patta di gedung DPRD Malteng, Jumat (22/7).
“Dan Hari ini, kita berlima menghendaki Sukri Wailissa menjadi Ketua Komisi IV,” sambung politisi partai Nasdem ini.
Pernyataan pers ini disampaikan sebagai bentuk ketegasan sekaligus protes terhadap Rapat pleno lanjutan pemilihan Ketua Komisi IV DPRD Malteng pada Rabu (13/7) yang yang digelar pagi itu Jumat (22/7).
Dimana Pimpinan Koordinator Komisi IV yang juga adalah wakil ketua DPRD Malteng, Demianus Hattu selaku pimpinan sidang dikabarkan langsung mengesahkan hasil dari proses demokrasi sebelumnya dengan ketukan palu sidang. Fakta ini yang kemudian memicu keributan di ruang rapat.
Alwi menilai, apa yang dipertontonkan oleh Pimpinan sidang saat itu sebagai upaya pemaksaan kehendak. S3jatinya, menurut dia, Pimpinan sidang harus menanyakan terlebih dahulu keinginan mayoritas anggota komisi dalam rapat saat itu. Yakni, menyikapi kondisi yang terjadi saat rapat pleno terdahulu.
“Mekanisme dan Tata Tertib DPRD Malteng pasal 62 ayat 7 secara tegas menyatakan bahwa Pimpinan komisi Dipilih oleh mayoritas anggota komisi. Ini tidak diindahkan oleh pimpinan DPRD. Pimpinan DPRD mengambil keputusan tidak berdasarkan keinginan forum. Mayoritas Forum tadi menginginkan pemilihan, tapi pimpinan langsung memutuskan sepihak,” sebutnya.
Sementara itu, Jailani Tomagola menegaskan bahwa, hasil rapat pleno tertanggal 13 Juli itu belum final. Lantaran itu, rapat pleno lanjutan sejatinya tidak bisa langsung melegalisasi hasil rapat pleno terdahulu.
“Sebab, proses demokrasi untuk mufakat saat rapat pleno perdana belum tuntas. Bila merujuk pada Tatib DPRD Malteng pasal 62 maka sejatinya, kebsahan hasil pemilihan komisi harus dilaporkan dalam sidang paripurna baru disahkan,” terang Tomagola.
Terhadap keputusan mencalonkan SW sebagai Ketua Komisi IV, Tomagola berharap, ada respon positif DPRD secara kelembagaan. Sebab, bila tetap dipertahankan maka akan berdampak pada stagnasi pemerintahan daerah.
“Kalau kita berluma tidak hadir dalam rapat saja, maka, sampai dengan pembahasan anggaran kita pastikan tidak akan bisa berjalan,” tegasnya.
Sementara itu, Sukri Wailissa mengingatkan agar proses demokrasi melahirkan pimpinan Komisi IV dilaksanakan dengann tetap mengedepankan mekanisme yakni, tata tertib DPRD.
“Ini rapat pleno pemilihan ketua Komisi di lembaga Legislatif. Bukan pemilihan ketua RT atau Raja. Materi maupun substansinya berbeda,” sesalnya.
“Keputusan mutlaknya ada pada forum,” tukas Wailissa. (AXI)
Komentar