MASOHI–Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Maluku Tengah menggelar upacara Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Masohi yang ke-68 tahun di lapangan Nusantara Kota Masohi, Senin, (03/11/2025)

Acara yang penuh hikmat kegotongroyongan ini merupakan suatu kebanggaan Kota Masohi dalam memperingatan HUT ke-68 Kota Masohi.
Dengan semangat itu pula, Bupati Maluku Tengah Zulkarnain Awat Amir menegaskan kembali makna sejati dari nama Masohi. Bagi Zulkarnain, Masohi bukan hanya sebuah kota, bukan sekadar ibu kota kabupaten, tetapi roh kebersamaan yang telah mengalir di nadi masyarakat sejak masa para leluhur.
“Masohi adalah simbol semangat gotong royong, semangat persaudaraan, dan semangat kebersamaan yang telah menjadi identitas orang Maluku Tengah sejak kota ini diresmikan oleh Bung Karno pada tahun 1957,” ucap putra terbaik Negeri Tehoru ini di hadapan ratusan warga yang memadati Lapangan Nusantara.
Dalam sambutan ini pula, Zulkarnain mengingatkan kembali bahwa nama Masohi berarti bekerja bersama-sama — sebuah makna yang hidup dalam denyut kehidupan warganya: dari pesisir hingga pegunungan, dari pasar hingga sekolah, dari negeri ke negeri.
 “Itulah kekuatan besar katong selaku anak negeri, dengan semangat yang seng akan pernah padam,” katanya, penuh kebanggaan.
Di hadapan para tokoh adat dan tamu undangan, Zulkarnain mengajak masyarakat menundukkan kepala sejenak mengenang jasa para pendiri Kota Masohi — para raja, tokoh adat, tokoh masyarakat, dan pemimpin terdahulu dari negeri-negeri yang menjadi bagian sejarah lahirnya kota ini: Amahai, Makariki, Haruru, Rutah, Sepa, Tamilouw, Waraka, dan lainnya.
“Dari katong pung tetua dan leluhur itulah, katong belajar arti ketulusan, kerja keras, dan kebersamaan tanpa pamrih,” ujarnya. “Mari katong panjatkan doa terbaik bagi mereka. Semoga amal bakti mereka menjadi cahaya penerang bagi perjalanan Kota Masohi menuju masa depan yang lebih maju,” sambungnya.
Mengusung tema “Masohi Berbudaya, Masohi Bersaudara,” perayaan tahun ini bukan sekadar upacara seremonial, melainkan panggilan hati bagi seluruh warga untuk tidak melupakan jati diri orang Maluku Tengah.
“Katong boleh hidup di era digital,” ujar Bupati, “tapi budaya gotong royong, nilai saling menghormati, dan semangat orang basudara harus tetap jadi dasar dalam melangkah.”Tutupnya.

























