GlobalMaluku.ID,AMBON-Wakil Menteri Hukum dan HAM(Wamen) Prof.Eduward Omar Syarif Hiariej di Depan Para Mahasiswa Universitas Pattimura Ambon Membahas terkait Undang-Undang Hukum Pidana(KUHP) yang baru.
Hadir sebagai Keynote speech adalah wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI,Prof .Dr.Edward Omar Sharif Hiariej,SH.M.Hum.Sedangkan narasumber lainnya yaitu Guru besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Prof.Dr.Harkristuti Harkrisnowo,S.H.MA,pH.D.,Guru Besar Hukum Pidana Universitas Trisakti,Dr Yenti Garnasih S.H.M.H dan kepala Badan Strategi Kebijakan Hukum dan HAM,Y Ambeng Paramarta,S.H.M.Si.
Dikatakan, UU KUHP tidak membatasi kebebasan masyarakat dalam berbicara,ujar Prof.Hiariej.
Sosialisasi yang di lakukan di Universitas Pattimura ,Hiariej berharap sebagai mahasiswa juga harus mensosialisasikan KUHP yang baru kepada Masyarakat juga,ujarnya.
Wamen menyampaikan,dalam kitab UU KUHP yang telah di sahkan oleh Pemerintah mengatur badan hukum atau korporasi sebagai pihak yang dapat bertanggung jawab dan di pidana .”Penjatuhan Pidana pokok ,pidana tambahan, dan tindakan dikenakan kepada korporasi dan orang-orang yang terlibat .Baik pengurus memiliki kedudukan fungsional,pemeberi perintah pemegang kendali,hingga pemilik manfaat.
Ia juga katakan, salah satu perbedaan mendasar KUHP baru dengan KUHP kolonial adalah pengendapan norma restoratif justice,dimana hukuman yang akan diberikan bagi setiap tindak pidana akan bertitik berat pada pemulihan keadilan bukan semata pada penghukuman.
Lanjutnya, Dengan KUHP baru,bisa merubah paradigma baru,merubah mindset berpikir masyarakat,merubah mindset berpikir aparat penegak hukum ,sehingga memang sosialisasi ini menjadi sesuatu yang sangat urgen,sangat penting tentunya kepada seluruh masyarakat, paparnya.
Dijelaskan,adapun misi dari KUHP ada lima ,yang pertama adalah demokratisasi .Jadi tidak benar jika dikatakan bahwa KUHP nasional itu membungkam kebebasan berbicara.
“KUHP nasional itu memegang kebebasan dan ekspresif ,kebebasan berpendapat ,kebebasan mengeluarkan pikiran baik lisan maupun tulisan, kebebasan berdemokrasi .Hak-hak itu diatur didalam kita UU hukum pidana sudah menuju kepada berbagai putusan Mahkamah Kontitusi(MK),tandasnya.
Kedua adalah Dekolonisasi .Secara sederhana diterjemahkan sebagai upaya-upaya untuk menghilangkan bangsa kolonial didalam kitab UU hukum pidana nasional.Dekolonisasi ini menurutnya,terlihat jelas didalam buku 1 kita UU hukum pidana nasional antara lain ,tidak lagi menitikberatkan pada kepastian hukum tetapi juga pada keadilan dan kemanfaatan.
Ketiga,adalah konsolidasi, yaitu menyusun kembali ketentuan pidana dari KUHP lama dan sebagian UU Pidana di luar KUHP secara menyeluruh dengan Rekodifikasi(terbuka-terbatas).
Dirinya juga memaparkan,misi ko solidasi ini pada dasarnya adalah Rekodifikasi itu tadi yaitu menghimpun kembali,berbagai kejahatan-kejahatan yang terdapat di luar KUHP,dimasukan kedalam KUHP,namun ada beberapa kejahatan yang bersifat sebagai eksistensi atau keberadaan itu masih tetap berlaku karena KUHP hanya mengatur apa yang kita sebut sebagai kejahatan pokok sebagai pasal-pasal jembatan seperti korupsi ,narkotika ,pencucian uang,terorisme,dan pelanggaran hak asasi manusia ,jadi itu merupakan misi yang kita sebut konsolidasi,jelasnya.
Kemudian misi yang keempat adalah harmonisasi.”Sebagai bentuk adaptasi dan keselarasan dalam merespon perkembangan hukum terkini ,tanpa mengesampingkan hukum yang hidup(living law).”Dan kelima modernisasi.
Hiariej mengakui ,yang menjadi tugas berat bersama,karena waktu transisi selama 3 tahun ,yang artinya meskipun telah disahkan dengan UU no 1 tahun 2023 pada tanggal 2 Januari ,namun KUHP nasional ini berlaku pada 2 Januari 2026 .”Masa transisi selama 3 tahun ini ada 2 tugas berat yang harus kita lakukan bersama .Yang utama adalah melakukan sosialisasi kepada seluruh masyarakat Indonesia,pungkasnya.